Layaknya hari besar yang lain, ucapan “selamat” dalam menyambut suatu perayaan adalah hal yang sederhana dan biasa-biasa saja jika dilontarkan untuk mengisi peringatan atau perayaan seperti “Selamat Hari Ibu” ataupun “Selamat Hari Guru”. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah jika ada yang mengupdate status di sosial medianya yaitu “ Selamat Hari Aids Sedunia”.
Pertanyaan menariknya adalah pantaskah ucapan “Selamat” itu untuk mendeskripsikan peringatan Hari AIDS Sedunia ini ? “Selamat” untuk siapa ? dan Apa yang terjadi sehingga diucapkan kata “Selamat” ?
Bukan Perayaan melainkan Peringatan
Tanggal 1 Desember bukanlah suatu perayaan melainkan suatu peringatan akan kewaspadaan serta meningkatkan kesadaran untuk pencegahan terhadap sindrom penurunan sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immune deficiency Virus). Kekebalan tubuh bisa sangat menurun terjadi pada keadaan akibat transpalantasi organ atau supresi oleh karena obat-obatan steroid, dengan kata lain bukan dikarenakan HIV saja. Jadi, tentu selama ini sebagian masyarakat salah kaprah, mungkin dikarenakan asyik merayakan suatu perayaan di sosial medianya sampai-sampai mereka lupa bahwa “Hari Aids Sedunia” beda dengan hari perayaan lainnya, serta “Hari Aids Sedunia” bukan sebagai bentuk perayaan namun sebagai peringatan keras akan bahaya sindrom ini.
Ancaman Bahaya HIV/AIDS
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwasanya virus HIV dan penyakitnya AIDS tidak hanya berhasil memberikan ancaman sebagai virus yang mematikan bagi yang terinfeksi, tetapi juga juga berhasil menyebabkan parno berat dalam masyarakat. Sebagai contoh, kalangan medis yang akan menangani masalah sindrom penurunan sistem kekebalan ini akan sangat berhati-hati ketika berhadapan dengan kasus ini. Betapa tidaknya, meskipun kalangan medis sudah dibekali dengan pengetahuan yang tinggi dibanding masyarakat awam serta bekerja sesuai dengan prosedur serta berbasis kompetensi namun hal ini membutuhkan kewaspadaan yang ekstra bahkan dapat dipastikan terselip rasa takut apabila terjadi “kecelakaan atau sesuatu yang tidak diinginkan” ketika mengoperasikan alat-alat kedokteran saat bersentuhan dengan cairan tubuh penderita HIV/AIDS ini.
Begitu pula paranoid (kewaspadaan) ini menjangkiti masyarakat awam secara umum. Kewaspadaan pun mutlak dan sepatutnya dirasakan oleh orang-orang yang dekat dengan kasus ini, seperti keluarga penderita, pengguna narkoba dan pekerja dunia kelam (seks komersial) yang mendominasi berisiko tinggi terjangkit penyakit ini. Namun demikian, masyarakat yang menurut lingkungan dan perilakunya bisa dikatakan minim beresiko, bisa jadi tertular penyakit ini. Sebagai contoh mirisnya kasus ini adalah bayi-bayi yang baru lahir yang tidak berdosa bisa jadi korban akibat tertular melalui transmisi perinatal, tertular ibu kandung yang terinfeksi virus HIV dalam tubuhnya cukup tinggi baik saat kehamilan, persalinan, maupun saat masa menyusui.
Begitu mirisnya paranoid pada kasus sindrom penurunan system kekebalan ini, baik di kalangan paramedis, masyarakat yang beresiko tinggi hingga masyarakat yang minim sekali resikonya untuk terjangkit virus ini. Peringatan atau bahkan perayaan terhadap Hari Aids Sedunia semestinya dijadikan sebagai momentum untuk berintrospeksi diri, untuk saling mengingatkan tentang bahaya HIV/AIDS dengan catatan tidak hanya membuat baliho dengan slogan “ Bahaya AIDS” tetapi juga memberikan informasi dan pendidikan kepada msyarakat secara umum, serta tidak hanya membuat kegiatan atau dalam skala kecil yaitu update status di akun sosial media yang bertema perayaan HIV/AIDS ini, karena yakinlah seorang yang terjangkiti penyakit ini tidak akan merayakan keadaannya, bahkan ia akan memilih lebih baik mengakhiri hidupnya daripada harus mengidap penyakit berbahaya ini.
Lara Novianti
Humas KAMMI Tanjungpinang
[http://suar.okezone.com/]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar