Kamis, Januari 18, 2007

Sembako, Gaji DPRD, dan Cinta

oleh Hendaru Tri Hanggoro

Di awal tahun ini, harapan masyarakat golongan menengah bawah akan keadaan ekonomi yang lebih baik sulit terwujud. Di saat penghasilan mereka tetap, harga sembako justru mengalami kenaikan. Hal ini membuat keadaan ekonomi mereka semakin sulit. Padahal, sebelum harga sembako naik pun keadaan ekonomi mereka sudah sangat pas-pasan. Sementara di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang sudah mapan, kini akan semakin mapan, yang mukanya berseri-seri sejak terpilih sebagai anggota DPRD, kini akan semakin berseri-seri. Mereka adalah anggota DPRD. Kemapanan anggota DPRD bertambah karena mereka akan mendapat kenaikan gaji dan tunjangan. Bukan maksud saya senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. Jika gaji dan tunjangan anggota DPRD naik, ya syukur. Tetapi, saya berharap bahwa kenaikan gaji dan tunjangan yang membuat mereka tambah mapan dan berseri-seri, dapat dirasakan juga manfaatnya bagi masyarakat.

Anggota DPRD harus tahu bahwa gaji dan tunjangan yang mereka terima itu berasal dari keringat masyarakat. Mereka harus membalas utang itu dengan membuat kebijaksanaan yang pro dan menyejahterakan masyarakat, terutama masyarakat menengah bawah. Kekayaan mereka jangan hanya dipakai untuk kepentingan keluarga, kerabat, dan kolega mereka, tetapi juga harus dipakai untuk kepentingan masyarakat. Mereka tidak boleh terlalu rakus akan gaji dan tunjangan yang mereka peroleh. Dengan kenaikan gaji dan tunjangan itu, anggota DPRD harus semakin mencintai masyarakatnya. Jangan karena naiknya gaji dan tunjangan yang membuat mereka semakin kaya itu, justru mengurangi kecintaan mereka kepada masyarakat, yang berujung tidak lagi memperhatikan nasib dan keadaan masyarakatnya.

Anggota DPRD harus semakin giat bekerja demi kesejahteraan masyarakat. Jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Dengan begitu, masyarakat akan merasa bahwa mereka masih dicintai dan diperhatikan oleh pemimpin mereka. Masyarakat merasa menjadi sesuatu yang penting dan spesial sehingga mereka tetap bisa optimis menatap hari esok. Dengan demikian, masyarakat dapat terus giat bekerja karena mereka masih memiliki pemimpin yang mencintai dan memperhatikan mereka. Bukankah dengan cinta akan membuat seseorang semakin rajin, sebaliknya tanpa cinta akan membuat seseorang menjadi lebih malas, kalau kata Helenio Herera, Pelatih Legendaris Inter Milan era 1960-an.
Sebelum kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD, masyarakat sudah mulai kehilangan kepercayaannya kepada DPRD. Banyak masyarakat yang merasa disakiti, dirugikan, dibohongi oleh pemimpin mereka sendiri. Bahkan pada tingkat yang paling parah adalah masyarakat merasa bahwa mereka tidak penting dan special lagi, jadi untuk apa hidup? Orang kita hidup cuma untuk dipermainkan, begitu pikir mereka, Ironis. Masyarakat juga merasa bahwa DPRD selalu membuat janji kosong. Kebijakan yang dibuat pun banyak yang tidak pro masyarakat. Hal ini tentu membuat masyarakat jengkel dan kecewa. Kini, gaji dan tunjangan mereka akan mengalami kenaikan di tengah rasa kesal, jengkel, dan kecewa masyarakat terhadap kinerja DPRD. Anehnya, anggota DPRD berdalih bahwa kurangnya kinerja mereka karena gaji dan tunjangan sangat kecil alias penghasilan tidak sebanding dengan beban dan kerjaan.
Tentu banyak masyarakat yang sakit hati, apalagi banyak masyarakat yang penghasilannya tidak naik-naik alias tetap. Padahal, mereka sudah sangat mutlak membutuhkan penghasilan tambahan untuk menyambung hidup atau demi sesuap nasi. Sementara, anggota DPRD yang sudah mapan kekayaannya (baik sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD), yang kebutuhan primernya sudah mencukupi, yang kebutuhan tersiernya menjadi kebutuhan primer, dan yang tidak pernah merasa was-was akan hari esok apakah akan makan atau tidak, apakah akan kena garuk tramtib atau tidak, justru mengalami kenaikan gaji dan tunjangan. Jika anggota DPRD merasa beban dan pekerjaan tidak sebanding dengan penghasilan, maka tidak usah menjadi anggota DPRD. Jalan pemimpin adalah menderita, kalau kata Kasman Singodimedjo. Banyak pemimpin yang menjadikan hal itu menjadi falsafah, seperti Muhammad, Umar bin Khattab, Agus Salim, Ayatullah Khomeini, Hatta, Eleanor Roosevelt, dan Ahmedinejad. Oleh karena itu, jika anggota DPRD merasa berat dengan beban dan kerjanya, hal itu memang yang seharusnya atau idealnya.
Anggota DPRD memang tidak bisa disamakan dengan mereka-mereka yang mengambil jalan memimpin adalah menderita. Tetapi setidaknya, jika mereka tidak mau menderita, anggota DPRD dapat memanfaatkan fasilitas lebih yang diberikan untuk menyejahterakan masyarakat. Kekayaan mereka harus diberdayagunakan untuk kepentingan masyarakat. Singkatnya, anggota DPRD harus mau berbagi kebahagiaan dengan masyarakatnya. Caranya, gunakan kekayaan mereka untuk membuka lapangan kerja baru, dorongan giat membuat kebijakan yang pro publik, dan dorongan untuk berbagi terhadap sesama. Tentu hal ini membutuhkan rasa cinta. Rasa cinta pemimpin terhadap rakyatnya. Dengan demikian, anggota DPRD akan mendapat kebahagiaan dan kepercayaan dari rakyatnya, yang keduanya itu lebih penting daripada kesenangan mendapat kenaikan gaji dan tunjangan, seperti kata Eleanor Roosevelt “you get more joy out of giving to others”. Dan beban naiknya sembako bagi masyrakat akan menjadi lebih ringan, karena dipikul bersama antara rakyat dan pemimpin. Semoga!

Tidak ada komentar:

linkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...