Dalam tulisan terbaru "N-11: More Than an Acronym", (Global Economics Paper No 153, Maret 28, 2007), Goldman Sach membuat suatu prediksi perekonomian global pada tahun 2050. Dalam makalah itu Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan nomor tujuh di dunia setelah China, AS, India, Brasil, Meksiko, dan Rusia.
Prediksi mirip makalah The World in 2050 yang disiapkan Pricewaterhousecoopers, yang menempatkan Indonesia pada kekuatan nomor enam setelah AS, China, India, Jepang, dan Brasil. Dari kedua tulisan itu menarik disimak bahwa urutan enam besar perekonomian dunia bisa berbeda, tetapi urutan Indonesia keenam atau ketujuh relatif tidak banyak berbeda.
Pada tahun 2025, Goldman Sach memprediksi perekonomian Indonesia akan sebesar di antara Kanada dan Turki. Dalam hal ini, PDB Indonesia akan menempati urutan ke-14, Kanada berada di atasnya urutan ke-13. Dua puluh lima tahun kemudian, Indonesia diprediksi menjadi kekuatan ketujuh perekonomian dunia, melampaui Jepang, Inggris, Jerman, Nigeria, Perancis, Korea, dan Turki. Apakah prediksi itu memiliki alasan kuat?
Yang jelas, sudah ada dua lembaga amat terhormat di dunia yang membuat prediksi seperti itu. Karena itu, merupakan suatu hal yang menarik untuk melihat data yang digunakan Goldman Sach dan prediksi jangka pendek mereka.
Goldman Sach menggunakan tahun 2006 sebagai tahun dasar. Seberapa akurat data yang digunakan dibandingkan dengan data resmi yang dipublikasikan? Sebagai catatan, Goldman Sach juga menggunakan data ofisial, meski untuk tahun 2006 masih menggunakan angka prediksi.
Ternyata data tahun 2006 yang kita miliki menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan data Goldman Sach. Total PDB, misalnya, mencapai angka sekitar 366 miliar dollar AS dibandingkan dengan prediksi Goldman Sach sebesar 350 miliar dollar AS. Dengan angka lebih tinggi itu, pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai 1.663 dollar AS tahun 2006, sedangkan menurut data Goldman Sach sebesar 1.508 dollar AS. Selain angka PDB, perbedaan angka pendapatan per kapita juga disebabkan jumlah penduduk yang menurut Goldman Sach sebesar 232 juta penduduk, lebih besar daripada angka sebenarnya.
Bagi yang skeptis, prediksi ini bisa dianggap membuang-buang waktu. Meskipun demikian, mengingat nama besar kedua institusi itu, rasanya kita perlu melihat secara lebih jernih apa yang mereka lakukan dengan apa yang sudah terjadi beberapa tahun terakhir ini.
Tampaknya, apa yang dimunculkan kedua institusi itu kian menemukan bentuknya dalam "The World in 2007" (Economist edisi Desember 2006). Dalam edisi itu disebutkan ada 66 negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia, dengan data cukup rinci. Dalam daftar itu, Indonesia ada pada urutan ke-21 dengan menggunakan nilai tukar pasar (market exchange rate, bukan dengan PPP rate). Dibandingkan dengan data 2004, Indonesia masih di urutan ke-25-26 bersama Arab Saudi.
Dalam artikel itu disebutkan, PDB Arab Saudi tetap di urutan ke-26 meski terjadi kenaikan amat tinggi harga minyak bumi. Indonesia dalam tiga tahun telah dan akan melampaui Austria, Norwegia, Turki, dan Polandia. Tahun ini saya prediksi PDB Indonesia akan mencapai sekitar 410 miliar dollar AS. Ini bisa membawa Indonesia pada urutan ke-20, melampaui Taiwan.
Pada tahun 2010, seperti dikemukakan sebelumnya, Indonesia akan melampaui Swiss, Swedia, dan Belgia, dengan total PDB sekitar 550 miliar dollar AS. Jika ini terjadi, posisi ke-14 sebagaimana prediksi Goldman Sach tahun 2025, bukan tidak mungkin akan terlampaui bahkan sebelum akhir tahun 2020.
Semoga mimpi ini akan membawa kemakmuran lebih besar bagi penduduk Indonesia tanpa terkecuali.
Sumber/Referensi : Cyrillus Harinowo (www.kompas.com ; 1 Agustus 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar