Awalnya adalah sebuah kejadian, selanjutnya tradisi, lalu menjadi nilai, dan kemudian terkemas menjadi prosesi mistis.
Setidaknya itu yang saya rasakan setiap kali turnamen tenis Wimbledon digelar di London ini.
Saya seringkali tertawa, sekaligus kagum, dengan kemampuan orang Inggris ini untuk membuat satu peristiwa biasa menjadi prosesi ritual yang membekap orang atau mereka yang terlibat dengan aura mistis ini.
Upacara pemberian piala di Wimbledon ini ditiru oleh turnamen tenis lain di dunia. Minus tentu saja kehadiran perwakilan kerajaan Inggris yang menyerahkan piala kepada pemenang maupun bungkukan badan si juara terhadap wakil kerajaan itu.
Saya senang mengikuti final piala Wimbledon karena seperti prosesi menuju ektasi, sejak pemain masuk ke lapangan hingga pemberian pialanya diatur sedemikian rupa hingga emosi terbangun perlahan menuju puncak.
Seperti anda ketahui ditengah dilangsungkannya turnamen tenis paling terkenal di dunia ini, London terancam dua bom yang gagal meledak di pusat kota.
Pihak keamanan pun meningkatkan pengawasan di semua tempat yang menjadi potensi ancaman termasuk Wimbledon. Blok-blok pembatas beton pun dipasang dibeberapa tempat masuk ke kompleks Wimbledon di London Barat itu.
Tetapi, sekali lagi dasar orang Inggris. Blok pembatas beton berwarna kelabu itu tidak dibiarkan begitu saja, tetapi dicat dengan warna hijau pupus warna tradisional kompleks Wimbledon.
Para petenis yang berlaga sampai geleng-geleng kepala, "Kok ya sempat-sempatnya memikirkan yang seperti itu."
Kesetiaan terhadap tradisi yang beralih menjadi nilai dan menebar aroma mistis ini memang sangat disukai para petenis yang berlaga. Mereka bertanding di Wimbledon karena menghadirkan sesuatu yang berbeda dibanding turnamen grand slam lain, apalagi kalau dibandingkan hanya sekadar turnamen biasa.
Tetapi di sinilah cerminan permasalahan dalam penyelenggaraan Wimbledon. Ketelitian dan kesetiaan terhadap tradisi seringkali menyingkirkan kepraktisan dan dalam beberapa akal sehat.
Bagi anda yang pernah berkunjung ke Inggris, pasti mengerti bahwa hujan adalah keseharian di Inggris ini. Tidak peduli dengan musim.
Sudah berpuluh-puluh tahun hujan ini mengganggu jadwal pertandingan tetapi baru tahun lalu panitia berencana untuk menjadikan lapangan utama sebagai lapangan tertutup. Hanya lapangan utama bukan yang lain. Tahun depan rencananya proyek itu akan selesai. Tetapi tahun ini mereka terlanjur rugi setidaknya satu juta poundsterling karena gangguan hujan.
Lamanya pemikiran itu muncul karena, salah satunya, panitia menganggap gangguan hujan sebagai tradisi. Merupakan ujian psikologis bagi para pemain untuk selalu siap bermain kapan mereka diharuskan. Bermain di Wimbledon harus siap terganggu hujan. Itu salah satu seninya yang membedakan dengan turnamen lain. Alasan yang bisa kita katakan "ada-ada saja." Tetapi demikian adanya.
Pengaturan jadwal juga sulit dipahami. Panitia ngotot bahwa kalau ada pertandingan yang tertunda, maka ia tidak secara otomatis dimainkan sebagai pertandingan pertama keesokan harinya. Tetapi menunggu permainan yang dijadwalkan hari itu selesai dulu baru waktu yang tersisa dialokasikan untuk pertandingan yang tertunda. Anda bisa bayangkan kalau bukan hanya satu dua pertandingan tertunda. Maka mundurnya akan lebih lama lagi.
Ini juga dianggap sebagai sebuah peraturan yang sudah mentradisi. Padahal apa susahnya untuk mengganti peraturan. Toh pada awalnya peraturan itu hanyalah sebuah kesepakatan yang dulunya juga dianggap sebagai praktis tetapi sekarang perlu diperbaiki.
Tahukah juga anda bahwa pembelian tiket via online baru mulai diujicobakan tahun ini? Jauh tertinggal dari turnamen-turnamen lain. Saya tidak tahu mengapa baru sekarang diujicobakan.
Saya bercuriga saja, jangan-jangan antri tiket berjam-jam, bahkan biasa kalau sampai ada yang berkemah, juga dianggap sebagai tradisi yang sayang kalau hilang. Mungkin ini juga dianggap sebagai ritual karena banyaknya orang Inggris ini yang sengaja mengambil cuti tahunannya untuk antri dan menonton Wimbledon.
Saya sih cukup senang kalau menonton Wimbledon dari siaran TV BBC yang komplit menyiarkan setiap pertandingan. Atau kalaupun datang ke Wimbledon cukup puas menonton pertandingan di luar lapangan utama ataupun lapangan satu.
Yang lebih sering lagi cuma duduk di gundukan tanah yang membukit bersama ribuan penonton tanpa tiket, menonton dari layar lebar. Yang celakanya juga menjadi bagian dari tradisi menonton Wimbledon.
Dikutip dari detiksport.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar