Senin, Februari 26, 2007

Mitos Matematika

Dikemukakan Frans Susilo dalam artikelnya di Majalah BASIS yang berjudul Matematika Humanistik, bahwa kebanyakan sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pandangan yang keliru mengenai matematika. Untuk memahami matematika secara benar dan sewajarnya, pertama-tama perlu diklarifikasi terlebih dahulu beberapa mitos negatif terhadap matematika. Beberapa di antara mitos tersebut, antara lain:

  1. Anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk dapat mempelajari matematika diperlukan memiliki kecerdasan yang tinggi, akibatnya yang merasa kecerdasannya rendah mereka tidak termotivasi untuk belajar matematika.
  2. Matematika adalah ilmu berhitung. Kemampuan berhitung dengan bilangan-bilangan memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun, berhitung hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan isi matematika. Selain mengerjakan penghitungan-penghitungan, orang juga berusaha memahami mengapa penghitungan itu dikerjakan dengan suatu cara tertentu.
  3. Matematika hanya menggunakan otak. Aktivitas matematika memang memerlukan logika dan kecerdasan otak. Namun, logika dan kecerdasan saja tidak mencukupi. Untuk dapat berkembang, matematika sangat membutuhkan kreativitas dan intuisi manusia seperti halnya seni dan sastra. Kreativitas dalam matematika menyangkut akal-budi, imajinasi, estetika, dan intuisi mengenai hal-hal yang benar. Para matematikawan biasanya mulai mengerjakan penelitian dengan menggunakan intuisi, dan kemudian berusaha membuktikan bahwa intuisi itu benar. Kekaguman pada segi keindahan dan keteraturan sering kali juga menjadi sumber motivasi bagi para matematikawan untuk menciptakan terobosan-terobosan baru demi pengembangan matematika. Atau dengan kata lain untuk dapat mengembangkan matematika tidak hanya dibutuhkan kecerdasan menggunakan otak kiri saja, melainkan juga harus mampu menggunakan otak kanannya dengan seimbang.
  4. Yang paling penting dalam matematika adalah jawaban yang benar. Jawaban yang benar memang penting dan harus diusahakan. Namun, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan persoalan matematika, yang lebih penting adalah proses, pemahaman, penalaran, dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai akhirnya menghasilkan jawaban yang benar.
  5. Kebenaran matematika adalah kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika sebenarnya bersifat nisbi. Kebenaran matematika tergantung pada kesepakatan awal yang disetujui bersama yang disebut ‘postulat’ atau ‘aksioma’. Bahkan ada anggapan bahwa tidak ada kebenaran (truth) dalam matematika, yang ada hanyalah keabsahan (validity), yaitu penalaran yang sesuai dengan aturan logika yang digunakan manusia pada umumnya.

Tidak bermaksud untuk menyalahkan, kebanyakan Guru hanya memberikan materi yang berorientasi agar siswa dapat mengerjakan soal-soal dengan lancar dan mendapatkan nilai yang tinggi dan memuaskan. "Pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat dilepaskan dari pendekatan yang digunakan oleh guru. Dan pendekatan tersebut biasanya dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang sifat matematika, bukan oleh apa yang diyakini paling baik untuk proses pembelajaran matematika di kelas. Guru yang memandang matematika sebagai produk yang sudah jadi akan mengarahkan proses pembelajaran siswa untuk menerima pengetahuan yang sudah jadi. Guru akan cenderung mengisi pikiran siswa dengan sesuatu yang sudah jadi. Sementara, guru yang memandang bahwa matematika merupakan suatu proses akan lebih menekankan aspek proses daripada aspek produk dalam pembelajaran matematika." (Marpaung, 1998).

Tidak ada komentar:

linkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...