Rabu, Maret 07, 2007

Apakah PR Masih Diperlukan?

Image Pemikiran bahwa pemberian tugas pekerjaan rumah (PR)kepada siswa, yang dimaksudkan untuk mengembangkan kebiasaan bekerja secara baik pada siswa, dan dapat meningkatkan prestasi siswa ternyata tidak benar.
Demikian dikatakan oleh Alfie Kohn. Pekerjaan rumah harus diberikan secara selektif, bukan secara serampangan.

Perdebatan mengenai PR hanya berkisar pasa frekuensi, jumlah dan tingkatannya. Jarang menyentuh hal yang paling mendasar yaitu pertanyaan apakah PR itu memang diperlukan?. Pertanyaan mendasar ini dilontarkan oleh Alfie Kohn, peneliti dan pendidik yang dikenal secara internasional.

Dalam bukunya The Homework Myth: Why Our Kids Get Too Much of a Bad Thing, Kohn mengatakan bahwa penelitian terbaru menunjukkan bahwa PR tidak memperkuat atau memperdalam pemahaman yang didapat di sekolah. Pemberian PR sebaiknya diberikan apabila memang diperlukan, tidak asal memberikan PR. Atau syukur-syukur diberikan secara berbeda sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan makin sedikitnya waktu siswa mengerjakan PR, makin memberikan waktu lebih bagi siswa untuk belajar di luar sekolah.

Berikut ini petikan wawancara Kohn dengan Education World mengenai mengapa PR telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan, mengapa pemahaman itu perlu diubah, dan bagaimana hasil penelitian tidak mendukung pemahaman tradional tentang PR.

Image

Education World: Mengapa PR telah begitu merasuki pemikiran kita tentang pendidikan yang baik?

Alfie Kohn: Satu penjelasan yang langsung bisa kita tolak adalah bahwa PR populer karena bermanfaat. Kenyataannya, hasil penelitian yang ada gagal menunjukkan bahwa PR memberikan manfaat, terutama sebelum sekolah menengah. Di sekolah dasar, bahkan tidak ada korelasi antara PR dan prestasi akademik siswa. Di sekolah menengah, memang ada korelasi kecil. Namun, tidak ada bukti bahwa PR akan meningkatkan prestasi.

Alfie Kohn

Juga tidak ditemukan data yang mendukung klaim bahwa PR dapat membangun karakter, meningkatkan disiplin pribadi, mengajarkan kebiasaan belajar yang baik, dan lain-lain. Kita semua terbiasa menyakskan dampak PR seperti siswa yang frustasi, kelelahan anak, konflik keluarga, anakkehilangan waktu untuk bersenang-senang (setelah 6-7 jam di sekolah), dan bahkan kehilangan minat belajar.

Kalau begitu mengapa PR tetap diberikan kepada siswa? Dalam buku tersebut Kohn menawarkan beberapa penjelasan. Pertama, kebanyakan dari kita tidak mempercayai anak. Kita curiga tentang apa yang dikerjakan oelh anak dalam waktu senggang mereka ("Mereka hanya main vidoe game...", jadi kita harus menguranginya). Dalam pandangan yang agak sinis ini, PR dianggap sebagai cara untuk menjaga moral setelah sekolah.

Kedua, nampakmya ada nilai simbolik dengan memberikan banyak PR kepada siswa Ini seolah-olah untuk membuktikan bahwa sekolah kita hebat, sekolah kita lebih sulit sehingga mengesankan kualitas yang lebih baik.

Ketiga, PR tetap diberikan karena kurangnya pemahaman mengenai sifat dasar pembelajaran. Konsep usang makin banyak waktu untuk mengerjakan suatu tugas akan menghasilkan hasil yang lebih baik, atau petuah lama ("praktik akan menghasilkan kesempurnaan") telah diterima sebagai suatu keyakinan. Kenyataan yang ada adalah hampir semua anak tidak menyukai PR. Mereka cenderung menyelesaikannya secepat mungkin agar terbebas dari tekanan dan depresi.

Sumber:
http://www.educationworld.com/a_issues/chat/chat200.shtml
http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=349&Itemid=28

Tidak ada komentar:

linkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...